Sebagai pendidik, terkadang kita merasa memiliki kewenangan penuh dalam menentukan tujuan belajar bagi murid. Guru menganggap bahwa ia mengetahui apa yang tepat dan terbaik bagi murid sehingga kadang juga merasa memiliki peran menjadi satu-satunya sumber pengetahuan bagi murid-muridnya. Murid cenderung mengikuti apa yang dikatakan dan diperintahkan oleh guru.
Apa yang disampaikan guru merupakan kebenara pengetahaun terbaik bagi murid. Misalnya, guru meminta murid menghafal perkalian, tanggal peristiwa sejarah kemerdekaan, tentang kegunaannya atau kebermanfaatannya bagi diri murid. Mungkin benar cara demikian dapat menambah wawasan murid.
Apakah dengan menghafal, kebutuhan belajar murid telah terpenuhi? Apakah murid memahami apa yang ia hafalkan? Bagaimana ia menghubungkannya dengan kehidupannya?
Tuntunlah murid sesuai zamannya (Ki Hadjar Dewantara; pemikiran, konsepesi, keteladanan, sikap merdeka; cetakan ke 5 2013). Kompetensi abad 21 menjadi kompetensi yang perlu dimiliki murid untuk menghadapi tantangan-tantangan ke depan. Untuk mencapai itu, pendidikan yang memerdekakan murid menjadi salah satu cara, murid merdeka dalam belajar, menggali keingintahuan dengan bimbingan guru.
Sekarang guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber pengetahuan, tetapi guru berperan sebagai fasilitator pembelajaran. Sumber-sumber pengetahuan kini terbuka luas akses dan beragam bantuknya, seperti adanya mesin pencari yang bisa menyediakan beragam informasi yang kita inginkan, sehingga cara menuntun dan membimbing murid pun sangat berbeda.
Sebagai fasilitator guru menempatkan murid menjadi subjek atau individu aktif, bukan sebaliknya murid dianggap sebagai objek pembelajaran atau individu pasif yang hanya tergantung pada apa yang diberikan guru.
Peran guru adalah memfasilitasi dengan baik dan benar-benar, bagaimana murid dapat membangun pemahamnnya dengan maksimal? Sebagai contoh, murid ingin mengetahui hewan atau binatang apa saja yang hidup dekat di sekitarnya, maka guru tidak langsung memberikan jawabannya. Tetapi membimbing murid melalui pendekatan santifik dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan murid untuk dapat mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan dalam membangun pemahamannya tentang kehidupan hewan yang dekat dengannya.
Semakin berkembang zaman, semakin besar pada tantangan-tantangan yang dihadapi oleh guru. Persaingan yang semakin kompetitif pada abad 21, saling terhubungnya negara-negara di dunia membuat kita sebagai pendidik tidak boleh lengah dan merasa cukup dengan apa yang telah kita upayakan sejauh ini. Cara satu-satunya agar kita tidak terlena dan tenggelam dengan perubahan zaman dalam menjadi pembelajar sepanjang hayat dengan terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan kita sebagai fasilitator pembelajaran bagi murid sesuai zamannya.
Tidak kalah penting adalam penguatan kebangsaan oleh kita bersama, sehingga kita dan juga murid-murid mampu membangun konteks diri serta identitas sebagai suatu bangsa. Dengan demikian, kita dapat membantu menyiapkan murid-murid kita untuk memiliki rasa percaya diri.
Hal ini sulit terjadi jika kita sebagai pendidik tidak menyadari bahwa tugas pendidikan adalah mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki murid yaitu kecerdasan rasa, karsa, cipta dan karya agar murid menjadi manusia seutuhnya. (Ki Hadjar Dewantara pemikiran, konsepesi, keteladanan, sikap merdeka; cetakan ke 5 2013).
Maka, kesadaran akan perubahan zaman, kesadaran akan kebutuhan belajar tidak hanya diharapkan tumbuh dalam diri murid, tetapi juga muncul dari dalam diri kita sebagai pendidik falitator pembelajaran.
Mungkin saja murid terhubung degan beragam informasi dan pengetahuan yang berlimpah, tetapi tidak ada tuntunan dari guru. Apakah informasi dan pengethuan yang diakses murid sesuai dengan fase perkembangan dan kebutuhan belajarnya?
Pada abad ke 21 ini, beberapa refrensi menyebutkan bahwa kemampuan memecahkan masalah, kemampuan kongnitif yang kompleks, dan kemampuan sosial emosional menjadi sangat penting, bukan hanya bagi murid melainkan juga bagi guru sebagai fasilitator pembelajaran.
Guru diharapkan menjadi contoh bagaimana ia terus mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut pada dirinya, kemudian meneruskannya dalam membantu murid untuk mengusainya.
Salah satu kompetensi mendasar yang menunjang pengusaan-penguasaan kemampuan tersebut adalah kompetensi literasi yakni bahasa, matematika, sains, digital, fianansial, sehingga guru sebaiknya menjadikan kompetensi dasar ini sebagai prasyarat wajib yang dikuasai murid pada abad ke 21.
Kompetensi lain yang juga penting dalam menghadapi tantangan pada abad 21 adalah kompetensi murid menjadi mandiri, mengenali diri, mengidentifikasi apa yang diketahui dan tidak diketahui, startegi untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.
Kompetensi ini erat kaitannya dengan pola pikir pembelajaran atau “growth minset” yaitu pola pikir pembelajar murid memiliki keyakinan dapat terus berkembang dan berprestasi dengan berusaha secara maksimal. Maka pola pikir inilah yang perlu dimiliki oleh guru sebagai fasilitator untuk mendorong proses murid yang menumbuhkan pola pikir pembelajar.
Salah satu contoh metode pembelajaran abad 21 yang berpusat pada murid adalah pembelajaran berbasis “proyek”. Guru dapat mengajak murid mengamati permasalahan dan potensi yang ada pada sekitarnya, kemudian guru bersama murid merancang proyek yang akan dilakukan, lalu murid mencari data dan informasi dengan bimbingan guru sampai murid dapat menyimpulkan dan meyampaikan hasilnya melalui media yang menurutnya sesuai.
Selain itu, pembelajaran proyek ini juga sebagai media bagi guru meningkatkan kompetensi yang dimilikinya untuk menuntun murid dalam merdeka abad 21. Contoh lain misalnya, guru membimbing murid untuk memiliki kompetensi berpikir kritis (critical thinking), kreatif (creaticity), kolaborasi (collaboration), dan komunikasi (communication) dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan terbuka dalam proses belajar murid.
Bagaimana menurutmu tentang kondisi ligkungan sekitar kita saat ini? Apa yang menarik dari masalah/potensi ini, sehingga ingin kamu bahas? Pertanyaan-pertanyaan tersebut mendorong murid untuk berpikir kritis dan logis dalam melihat dan mengamati sesuatu yang terkoneksi dengan dirinya. Seni bertanya atau kemampuan bertanya ini juga sangat penting bagi guru sebagai fasilitator selain kemampuan mendegarkan agar murid berani mengeksplorasi sumber-sumber wawasan pengetahuan, berdiskusi dan berdialog sampai pada akhinrnya membantunya memiliki kompetensi abad 21 tersebut.
Bagaimana dengan pembelajaran kita saat ini? Apakah kita sudah berperan sebagai guru yang menuntun murid sesuai zamannya? Kompetensi apa yang sudah kita miliki untuk membantu murid merdeka belajar abad 21?
Tugas guru dalam menghadapi tuntutan zaman abad 21 cukup menantang, butuh kerja keras semangat inovasi pembelajaran untuk meningkatkan kompetensi peserta didik.
BalasHapusJadilah guru yang luar biasa dan bukan guru yang biasa biasa saja